Mandiri di Kala Pandemi
Pandemi COVID-19 telah memukul aktivitas perekonomian di Indonesia secara umum, menurunkan tingkat pendapatan dan juga kesejahteraan masyarakat. Salah satu wilayah yang paling terdampak dengan adanya Pandemi adalah Provinsi Bali mengingat mayoritas kegiatan berhubungan erat dengan pariwisata dan kontak dengan orang luar. Tingkat pertumbuhan perekonomian Bali kuartal pertama tahun 2021 adalah minus 12.12% berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, yang berarti terdapat penurunan perputaran uang dan barang yang sangat signifikan. Hal ini lazim terjadi mengingat sektor pariwisata sangat rentan dengan adanya shock eksternal. Sebut saja pandemi SARS pada tahun 2002, Bom Bali pertama dan kedua, erupsi Gunung Agung, begitu pula dengan pandemi yang dihadapi di saat tulisan ini dibuat. Dampak serupa juga dirasakan oleh warga di Pulau Nusa Penida, pulau yang secara relatif ‘baru’ merasakan dampak positif dari pariwisata massal.
Masyarakat Nusa Penida dituntut untuk beradaptasi di tengah pandemi, meninggalkan kebiasaan lama dan mulai berinovasi untuk menyambung hidup. Salah satu contohnya adalah melakukan praktik berkebun mandiri di pekarangan rumah. Dengan dibantu oleh Yayasan IDEP (Selaras Alam) dalam program Ecologic Nusa Penida, warga di Desa Adat Batukandik mendapatkan pemahaman mengenai praktik berkebun bunga untuk upakara dan juga tanaman pangan selama kurang lebih dua hari. Warga tidak hanya mendapatkan pelatihan teknik berkebun yang baik, tetapi juga sumber daya awal berupa tanaman seperti terong, tomat, daun bawang, sereh, selada, dan berbagai macam jenis sayuran lainnya. Salah satu penerima manfaat dari program ini adalah Nyoman Indrawan, salah satu warga Desa Batukandik. Nyoman merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan ini. Apabila dijalankan dengan tekun, Nyoman bisa mengurangi pengeluaran untuk dapur. Selain itu, dia juga bisa berbagi pengalaman dengan tetangga-tetangga di lingkungan Desa Batukandik.
Salah satu poin penting dari kegiatan yang dilakukan oleh Nyoman Indrawan dan kawan-kawan dari Yayasan IDEP adalah memberikan pemahaman untuk kembali kepada alam. Poin ini sekaligus poin yang paling sulit karena harus mengubah pola pikir masyarakat yang sudah tertanam selama bertahun-tahun. Dalam kondisi ideal, penerima manfaat dari program ini paling tidak sudah bisa berdikari pada level rumah tangga. Dengan demikian, shock eksternal seperti yang sudah disebutkan sebelumnya tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap keberlangsungan hidup warga. Apabila kita bisa berandai-andai, warga di Desa Batukantik bisa memanfaatkan Subak Abian Kembang Lestari di Desa sebagai media transfer of knowledge, dengan tingkat modal sosial yang tinggi diharapkan semua warga desa mampu menerapkan teknik yang sudah ada sesuai dengan kapasitas warga masing-masing. Dalam skala yang lebih besar, warga desa bisa memanfaatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai media untuk mencari pasar dengan catatan ada produksi berlebih dari warga desa. Tujuan akhirnya adalah berdikari pada level rumah tangga, sekaligus berdikari pada level desa.
Pertanian merupakan sektor yang sangat potensial karena bagaimanapun pesatnya perkembangan teknologi dan industri, sektor ini tidak akan pernah hilang. Desa yang berhasil beradaptasi dan menangkap peluang ini akan mampu bertahan dalam jangka panjang. Jalan untuk mencapai kondisi berdikari pada level desa masih sangat jauh. Tetapi Nyoman Indrawan dan warga Desa Batukandik paling tidak sudah berhasil menginjak anak tangga pertama, dengan berkebun sebagai solusi mandiri di kala pandemi.