Pembentukan Jaringan Pemangku Hak AKKM

Pembentukan Jaringan Pemangku Hak AKKM

Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM) atau Indigenous Peoples and Local Community Conserved Areas (ICCAs) merupakan praktik pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL). Selama ribuan tahun, MAKL telah melakukan praktik konservasi dalam arti luas, meliputi  bentang alam dengan segala keanekaragaman hayatinya dan kehidupan sosial budayanya. Hal inilah yang menjadikan satu kawasan terjaga utuh, sehingga pada akhirnya pemerintah menetapkannya sebagai kawasan lindung, cagar alam, atau taman nasional.

Terkait dengan hal tersebut, WGII (Working Group ICCAs Indonesia) kemudian mengadakan kegiatan Talkshow “Menagih Masa Depan Konservasi yang Inklusif dan Berkeadilan di Indonesia” dan Workshop “Konsolidasi dan Pembentukan Jaringan Pemangku ICCAs dalam memperkuat Gerakan Konservasi Rakyat di Indonesia”. Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari ToT dan Workshop “Dokumentasi, Verifikasi ICCAs dan Konsolidasi Jaringan Pemangku ICCAs dalam memperkuat Gerakan Konservasi Rakyat di Indonesia” tanggal 28-30 November 2022 di Bali. Wisnu dan Adat Dalem Tamblingan terlibat langsung dalam kegiatan, sementara Tenganan Pegringsingan, Dukuh Sibetan, dan Mujaning Tembeling diharapkan terlibat secara daring.

Senin, 12 Juni 2023

Kegiatan diawali dengan talkshow untuk mengetahui situasi kebijakan, kelembagaan, kapasitas, dan strategi mewujudkan konservasi yang inklusif. Salah satu kebijakan yang dianggap salah adalah penetapan ruang hidup masyarakat adat sebagai hutan negara. Komunikasi antara masyarakat adat dengan pemangku kebijakan juga menjadi masalah utama karena sebagaian besar masyarakat adat (MA) berbudaya tutur dan tidak memiliki aksara atau mempunyai aksara khusus, sementara semua dokumen kenegaraan bersifat tertulis menggunakan aksara latin dan berbahasa Indonesia.

  1. Dirjen Kebudayaan (Direktur Kepercayaan pada Tuhan YME dan MA)

Noer Fauzi Rachman sebagai moderator menyatakan bhawa keanekaragaman hayati yang luar biasa dijaga oleh MA, namun tidak dianggap oleh banyak pihak, terutama pemangku kebijakan. Bagaimana Dirjen Kebudayaan mengurus keanekaragaman hayati dan budaya berhadapan dengan badan pemerintah yang lain? Dirjen Kebudayaan memiliki tujuh agenda strategis dalam Strategi Kebudayaan, di mana agenda no. 5 adalah memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem. Ada sepuluh objek pemajuan kebudayaan, yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus. Tindakan yang dilakukan terhadap objek pemajuan kebudayaan yakni inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan. Salah satu aksi yang telah dilakukan melalui sekolah lapang kearifan lokal di 14 komunitas untuk mewujudkan konservasi yang inklusif. Maka, identifikasi MHA untuk konservasi hutan adat menjadi satu hal penting, terutama terkait dengan Perhutanan Sosial.

  1. Bappenas

Moderator menyampaikan bahwa pemerintah memiliki strategi nasional untuk pengelolaan keanekaragaman hayati dan menyepakati Kesepakatan Internasional bahwa tahun 2030 akan membuat 30% wilayah Indonesia sebagai kawasan yang dilindungi. Bagaimana menyikapi kesepakatan Masyarakat Adat dengan leluhur yang telah tinggal di areal-areal yang ditetapkan oleh negara sebagai kawasan konservasi. Bappenas mengatakan bahwa pemerintah telah menandatangani Perjanjian Pengelolaan Keanekaragaman Hayati tahun 1993 dan memiliki Strategi Pengelolaan Kehati IBSAP (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan). Salah satu targetnya adalah 30% areal global harus dilindungi/dikonservasi. Komunikasi dengan komunitas lokal bekerja sama dengan Yayasan Burung Indonesia dan salah satu kebutuhannya adalah melakukan pendaataan areal-areal konservasi, termasuk yang dikonservasi oleh komunitas lokal.

  1. Kementerian KKP (Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil)

KKP telah memiliki alat kerja dalam rangka menyesuaikan kerja kementerian dengan praktik-praktik kelola Masyarakat Adat. Bagaimana cara KKP melindungi apa yang sudah ada dan memenuhi kabutuhan/hak Masyarakat Adat? KKP menyatakan bahwa pemanfaatan ruang laut harus sesuai dengan perruntukannya. UU Cipta kerja no 6/2023 menyatakan bahwa harus ada izin untuk pemanfaatan ruang laut, tapi dikecualikan untuk MAKL (Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal) yang sudah diakui oleh Bupati/Walikota dan punya wilayah kelola di perairan. KKP melindungi MAKL melalui penetapan keberadaan MAKL, juga tidak ada beban biaya dalam penetapannya. Masyarakat Adat pasti melakukan konservasi, namun konservasi belum tentu dilakukan oleh Masyarakat Adat. Namun zona inti areal konservasi tidak boleh diganggu gugat, termasuk oleh Masyarakat Adat.

Paparan ketiga narasumber kemudian ditanggapi oleh perwakilan MA yang telah ditunjuk, yaitu:

  1. Ketua Forum Komunikasi MA dari 13 wilayah adat besar di Kalimantan. Tahun 1980 keluar SK Cagar Alam kemudian tahun 1994 menjadi Taman Nasional Kayam Mentaram. Wilayah adat dikelola secara adat dengan masing-masing peruntukkannya, termasuk wilayah sakral yang tidak boleh dimasuki. Sudah ada kesepakatan kerja sama pengelolaan dengan pemerintah, namun sejak 2017 tidak ada kejelasan peran dan jaminan legalitas. Taman Nasional tetap menjadi milik MA sebagai pelaku konservasi, jadi harus diberi pengakuan sebagai mitra setara. MA akan tetap menjaga hutan sesuai peruntukannya karena seketurunan akan kembali ke sana dan bergantung pada hutan. Jika MA tidak dilibatkan maka hutan akan rusak.
  2. Forum Kahedupa Toudani, Wakatobi. MA sebagai pemiliki wilayah, tapi untuk akses harus melalui perjanjian kerja sama. Taman Nasional lebih dulu ditetapkan sebelum MA diakui. Padahal penetapan sebagai Taman Nasional dilakukan karena ada ekosistem yang bagus, yang artinya sudah ada MA yang merawat sebelumnya. Permainan tradisional MA juga selalu terkait dengan musim (misal permainan bambu dimainkan jika di musim bambu jika bambu sudah tua).
  3. MA Dalem Tamblingan, Bali. Konservasi adalah laku dari MA. Peradaban datang dari keinginan untuk survive, kemudian menempati bentang alam sebagai sumber kehidupan, sehingga akan tetap dilindungi. Laku konservasi dilakukan secara natural sebagai upaya survive dan untuk kesejahteraan. Kawasan suci sebagai areal konservasi tidak akan diutak-atik. Umumnya konservasi yang dilakukan MA terintegrasi dari hulu sampai hilir, misal melalui ritual. Konservasi adalah laku, bukan teori. Maka, konservasi yang dilakukan oleh MA terintegrasi dalam bentang alam dan laku. MA sebagai bagian dari alam, bukan penguasa alam.
  4. MA Ngatatoro, Sulawesi. Hutan sebagai kehidupan. Wanankiki artinya adalah zona inti yang tidak bolah digangguAda banyak aturan adat dalam pengelolaan hutan untuk keberlanjutannya. Ngatatori juga sudah memiliki sekolah adat terkait hubungan yang baik dengan alam dan sesama manusia. . Permohonan luasan hingga saat ini belum dipenuhi. MA memiliki 18.000 ha hutan adat, dimohonkan 9.000 ha, namun hanya diberikan 1.700 ha. Mengapa hutan adat harus diminta, padahal dari dulu MA sudah mengkonservasi hutan yang dimiliki.

Berbicara dengan MA selalu membuat saya terharu. Tanggapan dari peserta lainnya adalah:

  • Pemerintah mengajarkan ilmu pergi, sementara sekolah adat mengajarkan ilmu tinggal.
  • Saat ini Haruku mengalami krisis ikan, padahal pengelolaan laut ditujukan untuk keberlanjutan hidup masyarakat. Banyak pranata adat yang sudah mati suri, bahkan melakukan eksploitasi atas apa yang sudah dijaga. Ada izin yang dikeluarkan untuk melakukan pemboman ikan. Padahal, setiap negeri punya kewang dan hukum adat.
  • Pemerintah seperti mesin penghancu, salah satunya kasus laut yang dikeruk di Maluku Utara. Perairan Maluku dan Maluku Utara sudah hancur karena kementerian LHK dan ESDM.
  • Jati diri bangsa adalah bhinneka tunggal ika. Negara harus mulai menyadari, membenahi diri, dan melakukan rekonsiliasi dengan MA, terutama di Papua. Rakyat tidak ada karena negara, sementara negara ada karena rakyat. Negara seharusnya hanya punya hak pengelolaan, sementara hak milik tetap di rakyat.
  • Hutan adat dimasukkan sebagai hutan negara di RTRW baru Lombok, berbeda dengan RTRW lama. Hak kelola tidak dirinci, aset MA dimasukkan sebagai aset daerah. Saat ini ada gerakan menolak kereta gantung dan pembangunan Singapur kecil.
  • Penetapan kawasan konservasi tidak melibatkan masyarakat, terjadi di Kampar-Riau.

Selasa, 13 Juni 2023

Seperti telah disebutkan, kegiatan kali ini merupakan kelanjutan dari workshop yang dilakukan di Bali, menghasilkan dokumen Peta Kerja Jaringan Pemangku AKKM di Indonesia. Hari ini, peserta dibagi dua kelompok berdasarkan minat untuk membahas Kelembagaan dan Rencana Kerja 5 Tahun. Secara umum, hasil diskusi adalah:

  1. Kesepakatan pembentukan jaringan dengan nama Jaringan Pemangku Hak AKKM di Indonesia. Areal konservasi dimaknai sebagai bentang lahan meliputi keanekaragaman hayati dan keragaman sosial budaya masyarakatnya. Jadi, konservasi dimaknai dan ditujukan untuk mengkonservasi keragaman. Jaringan Pemangku Hak AKKM terdiri dari 6 region, yaitu Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jabalnusra, Maluku, dan Papua. Nyoman Werdiasa dari Tamblingan ditetapkan sebagai Dinamisator AKKM Jabalnusra.
  2. Rencana kegiatan disusun hingga tahun 2027, meliputi pembentukan kelembagaan dan konsolidasi anggota, peningkatan kapasitas dan perluasan dokumentasi, advokasi kebijakan dan gerakan konservasi. Kegiatan advokasi terdekat yang akan dilakukan adalah deklarasi dan peluncuran Jaringan Pemangku Hak AKKM pada acara Konferensi Tenurial di Agustus 2023.

Leave a Reply

Your email address will not be published.