Nusa Penida: dari Sampah ke Pohon Kelapa
Program Ekologis Nusa Penida yang didukung oleh GEF SGP dilaksanakan pada 2018-2022 untuk Peningkatan Ketahanan Sosial Budaya – Ekologis Masyarakat dalam Menghadapi Desakan Globalisasi di Pulau Kecil, Nusa Penida. Ketika itu Yayasan Wisnu bekerja bersama mitra-mitra lokal, baik Organisasi Lokal maupun Kelompok Masyarakat yang memiliki kapasitas dalam mengembangkan program dan memiliki keahlian di bidangnya. Ada dua belas mitra lokal yang terlibat, salah satunya adalah PPLH Bali yang bergerak di bidang pendidikan lingkungan hidup, terutama pengelolaan sampah.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengelolaan sampah di Banjar Nyuh, bersama Yayasan Taksu Tridatu, diawali dengan riset jumlah dan jenis sampah. Selanjutnya masyarakat Banjar Nyuh mendapatkan pelatihan pemilahan sampah, dan sampah yang diambil adalah sampah yang sudah dipilah antara organik, anorganik, dan residu. Sampah organik diolah menjadi kompos, sampah anorganik dipilah kembali berdasarkan jenisnya, dan residu dibuang ke TPA. Ketika itu sampah yang dibuang ke TPA hanya sekitar 20% dari total sampah yang diambil.
Sayangnya saat ini hal tersebut sudah tidak lagi dilakukan, sampah langsung diambil dan dibuang ke TPA Biaung Nusa Penida. Kondisi TPA sudah hampir penuh, sehingga pembuangan sampah hanya bisa dilakukan hingga jam 12 siang. Belum lagi, saat ini hanya beberapa jenis sampah yang bisa diambil untuk didaur ulang, seperti besi dan kaleng alumunium. Sementara itu, botol-botol plastik juga tidak ada yang mau membeli, bahkan ketika diberikan secara gratis. Salah satu alasannya adalah ongkos transport angkut yang tinggi, tidak bisa ditutupi dari harga jual barang.
Saat awal Program Ekologis dilaksanakan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Nusa Penida masih sekitar 1.000 orang per hari. Kemudian, saat ini, rata-rata kunjungan wisatawan sudah mencapai 5.000 orang setiap harinya. Sementara itu, penginapan yang ada akan memberikan sedikitnya satu botol air mineral kepada tamu yang menginap. Maka, akan ada sedikitnya 5.000 botol air minum yang perlu dibuang setiap harinya. Belum lagi jenis sampah lainnya.
Kondisi tersebut menyebabkan kekhawatiran, seperti yang dirasakan Ibu Ketut dari Banjar Nyuh, “Kami tidak ingin pulau kami yang cantik ini tertimbun oleh sampah.” Hal ini dikatakan Ibu Ketut dalam pertemuan Diskusi Rancangan Peraturan Desa Ped tentang Pengelolaan Sampah tanggal 3 September 2024. Kegiatan ini merupakan kerja sama Yayasan Wisnu dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Rancangan ini diharapkan merupakan langkah awal dalam upaya menjadikan Desa Ped sebagai desa yang mengelola sampahnya secara terpadu, terutama juga karena TPA Biaung terletak dalam wilayah Desa Ped.
Selain itu, kemacetan juga meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah sampah dan jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida. Kemacetan terutama terjadi di sekitar pelabuhan Banjar Nyuh. Saat ini sedikitnya ada 20 kali kedatangan/keberangkatan fast boat dari Sanur, mulai dari sekitar jam 8 pagi hingga jam 3 sore, di mana sebagian penumpangnya dijemput/diantar dengan mobil. Kemacetan terpanjang terjadi di seputaran pom bensin. Antrian mobil dari arah utara pom bensin mencapai lebih dari satu kilometer.
Satu hal lagi yang menarik adalah, kekhawatiran Pak Mangku dari Banjar Nyuh akan ketersediaan janur, terutama untuk pemenuhan kebutuhan banten dan upacara. Banjar ini dinamakan Banjar Nyuh karena dulunya sebagian besar wilayah ditumbuhi oleh pohon kelapa. Namun sejak delapan tahun yang lalu, banyak pohon yang ditebang, berubah menjadi bangunan beton. Kebun kelapa berubah fungsi menjadi penginapan, vila, atau restoran. Sepuluh tahun ke depan, entah berapa harga janur nantinya, karena pasti akan didatangkan dari Pulau Bali, bahkan dari luar Pulau Bali.
Selamat datang di Nusa Penida…