Menemukenali Akar Daya Diri dan Desa
Selama dua hari dari tanggal 15-16 Februari 2025, para koordinator desa yang dibentuk oleh Yayasan Wisnu berkumpul di Baliwoso, Desa Pengotan untuk menemukan akar daya diri dan desanya masing-masing. Koordinator desa ini dikukuhkan pada tahun 2023 saat perayaan ulang tahun Wisnu yang ke-30. Kegiatan dihadiri oleh 25 orang KorDes yang merupakan perwakilan dari 9 Desa/Adat antara lain Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Banjar Adat Dukuh Sibetan, Desa Adat Tanglad-Nusa Penida, Desa Adat Nyuh Kukuh-Nusa Penida, Desa Nyambu, Adat Dalem Tamblingan di Catur Desa, Desa Perancak, Desa Adat Pedawa, dan Desa Adat Pengotan. Kegiatan “Menemukenali Akar Daya Diri dan Desa” ini difasilitasi oleh Komunitas Akar Daya, sebuah komunitas yang diiniasi oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan Yayasan Wisnu merupakan salah satu anggota komunitas akar daya ini. Komunitas ini adalah sebuah wadah atau ekosistem kolaboratif yang mengumpulkan Catur Daya (dana, pengetahuan, jaringan, kerelawanan) untuk mendukung kerja-kerja kemanusiaan dan pelestarian alam.
Kegiatan diawali dengan pemberian materi oleh Bapak Made Suarnatha, pendiri Yayasan Wisnu yang membahas tentang ruang-ruang hidup dan penyuciannya melalui konsep Sad Kerthi (enam upaya untuk menjaga kesucian & kelestarian alam semesta untuk kesejahteraan bersama) dalam upaya merespon dinamika kehidupan di Bali. Sesi selanjutnya diberikan oleh Bapak Nyoman Sadra yang membahas tentang hidup di tengah masa kaliyuga dan globalisasi. Di masa kaliyuga ini, pikiran manusia cepat sekali dipengaruhi oleh hal-hal negatif. Salah satu hal yang menarik dari pemaparan Pak Sadra adalah kehidupan ini selalu memiliki dua sisi seperti siang dan malam, bagi mereka yang mau menerima kesenangan maka harus siap juga menerima kesedihan.
Sebelum menemukenali akar daya diri, para koordinator desa digali tujuannya dalam berWisnu yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu sebagai tempat belajar, tempat melakukan aksi untuk berdampak, dan tempat berjejaring. Selanjutnya peserta membuat sungai kehidupannya, dalam sesi ini para peserta saling mendengarkan dan menceritakan kehidupannya masing-masing. Peserta rata-rata merasa lega karena bisa berbagi, terharu hingga menangis dan ada yang merasa terinspirasi. Hal yang dapat dipelajari dalam sesi ini adalah momen buruk seperti apapun tidak ada yang bisa disepelekan. Semua hal yang dialami membentuk diri kita untuk menjadi lebih tangguh, perlu lebih mencintai diri dengan segala keberhasilan maupun kegagalan serta selalu berterima kasih kepada diri karena sudah bisa bertahan hingga saat ini.
Ditemani suasana dingin Pengotan, para peserta tetap aktif mengikuti rangkaian kegiatan yang sangat padat, sesi berikutnya adalah sesi curah pendapat terhadap situasi dan kondisi Desa di Bali. Hasil dari curah pendapat ini yaitu ada 67 respon negatif, 19 respon positif, dan 6 respon netral. Fasilitator kemudian menekankan bahwa manusia memang umumnya terlalu fokus pada informasi negatif dibandingkan informasi yang positif (bias negatif). Walaupun pertanyaan yang diberikan bersifat netral tapi secara tidak sadar respon yang diberikan biasanya akan bersifat negatif. Hal tersebut timbul karena manusia ingin merubah kondisi yang ada dan melakukan sesuatu terhadap hal tersebut.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan Asset Based Thinking (ABT) dan Deficit Based Thinking (DBT). Konsep ABT lebih fokus pada kekuatan yang dimiliki sedangkan konsep DBT lebih berfokus pada masalah dan mengharapkan ada pihak luar yang datang untuk menyelamatkan mereka. Fasilitator kemudian mengajak peserta untuk membuat Mandala Catur Daya diri masing-masing yang terdiri dari dana, pengetahuan, jejaring, dan kerelawanan. Di sesi malam peserta membuat SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) di masing-masing desa. Kegiatan hari pertama ditutup dengan malam keakraban yang ditemani api unggun, jagung dan ubi yang dibakar sendiri oleh peserta.
Kegiatan esok harinya masing-masing KorDes membuat rencana tindak lanjut dan pengukuhan koordinator desa dengan membuat karya yang mencerminkan simbol peneguhan pergerakan di Wisnu. Ada empat rangkuman usulan/rumusan tindak lanjut yaitu memperbaiki tata kelola organisasi, peningkatan ekonomi anggota, membuat wadah/ruang belajar, dan peningkatan SDM. Karya dibuat dari plastisin dan lilin yang dinyalakan. Adapun contoh karya yang dibuat oleh Bli Putu Wiadnyana dari Tenganan adalah bunga dengan empat kelopak yang melambangkan pembina, pengawas, pelaksana harian Wisnu dan koordinator desa untuk sama-sama saling bersinergi dalam mencapai visi Wisnu. Keempat kelopak juga melambangkan cluster rencana aksi yaitu peningkatan kapasitas, tata kelola lembaga, wadah belajar, dan penguatan ekonomi anggota Wisnu.
Kegiatan hari kedua ditutup dengan melakukan permainan literasi keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman individu atau kelompok tentang pengelolaan keuangan yang bertanggung jawab. Dalam permainan ini, peserta akan mempelajari topik perencanaan keuangan, manajemen pinjaman, serta pengelolaan risiko keuangan misal yang terkait pentingnya asuransi dan tabungan darurat. Permainan ini menggunakan nama TIKA, terinspirasi dari nama kalender tradisional Bali yang disusun berdasarkan perhitungan wariga. Maka dalam hal ini TIKA merupakan kependekan dari Titi Kelola Artha. Sedangkan SUBAK merupakan sistem pengairan sawah di Bali dan dalam permainan ini diterjemahkan menjadi Strategi untuk Bijak atas Keuangan. Jadi TIKA SUBAK merupakan kependekan dari Titi Kelola Artha – Strategi secara Bijak atas Keuangan, dan dapat diartikan sebagai cara mengelola keuangan secara bijak.
Kegiatan permainan sangat seru, banyak sekali gelak tawa ketika salah satu peserta mendapatkan untung maupun rugi, selain itu para peserta juga sangat mendalami perannya sebagai pasangan suami dan istri. Melalui kegiatan ini peserta belajar untuk lebih teliti dalam melakukan pencatatan keuangan, pentingnya menabung untuk dana darurat, pembayaran hutang perlu diprioritaskan serta lebih berhati-hati dalam melakukan investasi. Kegiatan selama dua hari ini bisa berjalan dengan lancar tidak lepas dari dukungan Diageo Indonesia. Program-program sosial yang dilaksanakan ini merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan atas penggunaan sumber daya alam terutama terhadap penggunaan air. Perusahaan yang berlokasi di Desa Nyambu ini telah bekerja sama dengan desa dan Yayasan Wisnu sejak tahun 2015, diawali dengan pemetaan dan riset partisipatif.