Memperkenalkan DWE ke Desa Adat Pengotan di Bangli
Tahun 2012 adalah saat pertama Wisnu berkenalan dengan Desa Adat Pengotan. Beberapa kegiatan yang dilakukan bersama adalah riset sosial budaya, pengadaan air bersih, dan penyusunan rencana strategis desa. Visi Desa Pengotan berdasarkan Renstra Desa Pengotan yang disusun tahun 2013 adalah menjadi desa terbuka, kreatif, maju, mandiri dengan tetap berpijak pada kearifan adat dan tradisi. Visi tersebut bisa dicapai dengan cara menjaga dan melestarikan tradisi, mengembangkan kapasitas/kompetensi SDM, mengembangkan keanekaragaman hayati, meningkatkan akses permodalan dan usaha, serta menjaga duwe fisik desa.
Hari Minggu, tanggal 14 April 2024, kembali Wisnu berkunjung ke Desa Adat Pengotan, tepatnya di Baliwoso. Kunjungan kali ini ditujukan untuk memperkenalkan konsep Desa Wisata Ekologis (DWE) dan mengajak desa ini menjadi bagian dari Jaringan Ekowisata Desa (JED). Hal ini merupakan salah satu upaya Desa Adat Pengotan mengimplementasikan rencana desa yang telah disusun, salah satunya adalah pengembangan kompetensi pertanian dan pariwisata. Saat ini Desa Adat Pengotan telah memiliki infrastruktur dan manajemen pariwisata, namun belum memiliki mekanisme wisata desa.
Pengenalan konsep DWE dilakukan oleh Pak Made Suarnatha, diawali dengan kisah perkembangan pariwisata di Bali, sejak tahun 1908 oleh Biro Pariwisata Belanda, hingga tahun 1970-an oleh Pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan konsultan internasional dari Perancis (SCETO) yang menghasilkan Rancangan Induk Rencana Pariwisata Budaya Bali.
Dan saat ini pariwisata telah menjadi candu bagi Bali:
- Ekonomi meningkat, tapi untuk siapa: chain hotel, hingga masyarakat Bali terlena menjadi pariwisata sangat masif yang menyebabkan keterdesakan. Secara ekonomi terlihat uang yang beredar bertambah, pendapatan meningkat, infrastruktur bertambah
- Sosial budaya: semakin luas dengan pengaruh positif negatif, semakin dikenal dan lebih permisif, banyak kompromi yang tanpa disadari kebablasan
- Lingkungan: terjadi alih fungsi lahan dan kepemilikan, krisis air, sampah dan limbah. Karena pariwisata membutuhkan sarana prasarana untuk bisa berjalan.
Penikmat keuntungan besar sejak jaman Kolonial Belanda hingga sekarang bukannya masyarakat Bali, namun hanya segelintir orang luar. Desa menjadi terhimpit oleh dinamika global, yaitu kebijakan (yang tidak berpihak), investasi (luar), dan perubahan iklim.
Konsep DWE dirancang untuk membangun kesadaran dan pemahaman individu dalam ruang kehidupan desa yang seimbang dan berkelanjutan (cenik lantang), tempat berbagi informasi dan pengalaman, serta memiliki kelentingan ruang kehidupan.
Menjadi DWE artinya masyarakat sebagai pemilik mengetahui dan mengenal potensi yang dimiliki, pengelolaan sumber daya berdasar pada prinsip kebersamaan dan keadilan (manajemen kolektif), serta keberlanjutan terjamin dengan cara menjaga kesakralan desa melalui dokumentasi dan media pembelajaran. Hal tersebut dapat dicapai melalui pengorganisasian yang meliputi identifikasi melalui pemetaan spasial/sosial budaya, penyusunan perencanaan-pengolahan-pemanfaatan sumber daya, serta pendokumentasi dan pembelajaran pengetahuan lokal desa.
Saat diskusi, disampaikan bahwa semangat untuk membangun wisata merupakan tantangan tersendiri, perlu mawas diri, juga tidak bisa hidup sendiri. Setiap desa punya keunikan masing-masing. Desa Adat Pengotan memiliki 35 jenis bambu, perlu digali hubungan bambu dengan kehidupan dan budaya, misal bambu sebagai penghasil oksigen terbaik dan penghilang stress.
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebagai langkah awal mengembangkan ekowisata, salah satunya adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Saat ini yang banyak dicari adalah tempat yang aman, nyaman, sejuk, dan memberikan rasa sehat. Tidak perlu berharap banyak yang datang, namun harus disesuaikan dengan kapasitas yang ada. Jenis pariwisata yang akan dikembangkan tergantung pada pilihan Desa Adat Pengotan, apakah akan membuka dengan luas atau memberikan batasan pada jumlah dan kualitas tamu.
Satu hal yang perlu diingat dan diimplementasikan adalah prinsip ekowisata, bahwa pariwisata hanyalah bonus. Mari kita tetap setia menjaga warisan yang dititipkan para leluhur untuk generasi ke depan, dan kedepannya lagi.