Bagian Kelima – Refleksi Mass Tourism di Bali Bersama Mahasiswa Toyo University
Kegiatan hari Kesembilan – 10 September 2024
Peserta mendapatkan kesempatan mendengarkan kuliah umum mengenai perkembangan pariwisata di Bali. Kuliah singkat ini diberikan oleh Prof. I Nyoman Darma Putra, seorang dosen dan guru besar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Materi diawali dengan menerangkan filosofi Tri Hita Karana yang masuk ke dalam semua aspek kehidupan masyarakat Hindu Bali. Bali seperti destinasi wisata dunia lainnya sudah sering mengalami gangguan, ancaman, dan bencana alam. Namun dibalik kejadian itu semua Bali selalu cepat pulih. Saat Gunung Agung berstatus aktif dan siaga, masyarakat Hindu menghaturkan persembahan untuk memohon agar letusan yang terjadi tidak menimbulkan banyak korban jiwa dan tidak menimbulkan daya rusak yang besar. Materi lebih banyak bercerita tentang upaya-upaya yang dilakukan masyarakat Bali untuk bisa memulihkan pariwisata dengan cepat dan lebih berkelanjutan. Gangguan besar yang melemahkan sektor pariwisata di Bali dan mengganggu pandangan bahwa Bali sebagai Pulau Surga adalah saat terjadinya serangan teror Bom Bali I (2002) dan II (2005) yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis dan radikal. Jumlah wisatawan sangat turun drastis akibat serangan teror tersebut dan menghancurkan pandangan dunia bahwa Bali adalah pulau surgawi yang damai dan tentram. Meskipun demikian pariwisata di Bali cenderung cepat pulih dari kejadian tersebut. Banyak sekali pihak-pihak global yang membantu Bali dan Indonesia untuk memerangi terorisme, termasuk membantu identifikasi korban dan menemukan tersangka. Selain itu banyak sekali ritual-ritual yang dijalankan oleh masyarakat untuk menjaga dan menciptakan harmonisasi kehidupan yang berlandaskan Tri Hita Karana.
Dukungan dunia terhadap Bali sangat besar untuk pemulihan pariwisata di Bali dan di tahun 2010 dengan diluncurkannya film Eat, Pray, Love dibintangi oleh Julia Roberts yang mengambil Bali sebagai salah satu lokasi syutingnya menyebabkan Bali semakin dikenal dan banyak yang tertarik mengunjungi Bali kembali. Kepopuleran Bali sebagai salah satu destinasi wisata dimulai sekitar tahun 1930 dengan adanya film goona-goona yang bercerita tentang seorang pangeran yang jatuh cinta pada gadis dari kalangan rakyat jelata dan film Bali: The Last Paradise. Film-film tersebut cukup populer di Hollywood saat itu. Seorang perempuan keturunan Amerika-Skotlandia bernama Muriel Stuart Walker menonton film Bali: The Last Paradise dan memutuskan untuk pindah ke Bali. Muriel kemudian diangkat menjadi anak oleh Raja Klungkung dan berganti nama menjadi Ketut Tantri. Karya Ketut yang paling terkenal adalah Revolusi di Nusa Damai yang diterjemahkan ke berbagai bahasa. Beliau juga banyak membantu rakyat Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya.
Di tahun 2015 jumlah wisatawan mancanegara melonjak tajam dari 1,3 juta pada tahun 2005 menjadi 4,01 juta. Wisatawan domestic tercatat ada 8 juta sehingga total wisatawan yang datang ke Bali sebanyak 12 juta wisatawan, hampir 3 kali lipat dengan total penduduk di Pulau Bali. Tahun 2018 – 2022, Pariwisata Bali kembali terguncang dengan adanya letusan Gunung Agung dan pandemi Covid-2019. Kemudian di tahun 2022 dirilis film Ticket to Paradise yang kembali dibintangi oleh Julia Roberts dan berpasangan dengan George Clooney. Film ini mengambil latar Pulau Bali, namun sayangnya karena pandemi Covid-19, lokasi syuting dilakukan di pulau Queensland yang awalnya direncanakan di Pulau Ceningan dan Pulau Nusa Penida. Pertumbuhan ekonomi saat pandemi di Bali mengalami minus 9,31% yang menandakan perekonomian Bali mengalami kelumpuhan yang cukup besar. Hal anomaly justru terjadi di Kintamani saat pandemi Covid-19, ketika daerah wisata seperti Kuta, Ubud, dan lainnya mengalami penurunan jumlah wisatawan, daerah Kintamani justru berkembang dengan menjamurnya berbagai coffee shop dan restoran yang menjual panorama Gunung Batur. Setiap akhir pekan pengunjung di setiap restoran ini selalu ramai. Pengakuan oleh UNESCO terhadap beberapa budaya Bali juga meningkatkan rasa bangga masyarakat dan banyak wisatawan yang tertarik untuk belajar budaya tersebut seperti Subak di Jatiluwih.
Tahun 2023 jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Bali meningkat dengan drastis mencapai kenaikan 114%. Namun sayangnya kualitas wisatawan yang datang ke Bali semakin menurun dengan banyaknya kasus pelecehan terhadap tempat suci di Bali dan pelanggaran hukum lainnya. Salah satu pertanyaan dari peserta adalah upaya apa yang bisa dilakukan ketika semakin sedikit orang yang tertarik bekerja sebagai petani dan banyak yang menjual tanahnya untuk dibangun menjadi fasilitas pariwisata. Menurut Prof. Darma isu tersebut sudah menjadi lingkaran setan karena harga bahan pokok untuk bertani seperti pupuk, dan bibit semakin tinggi sedangkan hasil keuntungan tidak seberapa sehingga banyak yang mengambil jalan pintas dengan menjual tanahnya. Anak-anak muda juga lebih tertarik bekerja di bidang clean-job seperti bekerja di kantoran. Walaupun demikian sudah banyak gerakan yang dilakukan oleh berbagai lini masyarakat untuk tidak memperjualbelikan tanahnya namun hanya boleh disewakan. Pembangunan di Bali saat ini semakin massif, banyak investor yang masuk ke Bali dengan membawa ideologi kapitalis dengan melakukan eksploitasi sebesar-besarnya. Permasalahan sampah dan kemacetan yang disebabkan oleh over tourism di Bali juga sudah banyak diberitakan di berbagai media internasional. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kearifan Bali dengan memberlakukan regulasi terkait bangunan yang tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa atau diatas 15 meter.
Kegiatan hari Kesepuluh – 11 September 2024
Di hari terakhir para mahasiswa mengunjungi daerah Kuta untuk melihat gambaran over tourism dan pertumbuhan wisata di daerah pintu gerbang Pulau Bali. Para mahasiswa diberikan kebebasan untuk mengunjungi spot-spot wisata di Kuta seperti pasar tradisional, monumen kemanusiaan Bom Bali, mall, pantai, dan lain-lain. Sore harinya para mahasiswa dan tim JED bersama-sama mengadakan farewell party, peserta memberikan kesan dan pesan terhadap kegiatan yang sudah dilakukan selama ini. Adapun kesan dan pesan para mahasiswa yang diperoleh:
Kokoro: Ada banyak sekali yang bisa kami pelajari dari kehidupan sehari-hari di desa-desa yang ada di Bali. Saya sangat tertarik terkait perkebunan kopi dan subak. Penduduk lokal sangat baik dan bisa menerima kami walaupun terkendala perbedaan bahasa. Menginap di Pedawa sangat berkesan.
Tsubasa Yonekura: Saya banyak belajar tentang uniknya budaya dan upacara yang ada di Bali, khususnya terkait upacara pengabenan atau kematian yang adatnya sangat berbeda dibandingkan dengan yang ada di Jepang. Bisa belajar tari Bali, mengayuh pedahu, dan membuat canang sangat berkesan. Over Tourism dan perubahan yang terjadi di desa adat adalah isu yang harus diperhatikan.
Maho Takahashi: Hal yang paling menarik untuk saya adalah saat diskusi di Tamblingan. Sejak hutan menjadi hutan negara, kesakralan kawasan menjadi berkurang dan hilang.
Juntaro Iwai: Selain bisa mengunjungi daerah turistik, kali ini kami juga bisa mengunjungi daerah terpencil. Hal tersebut memberikan kami gambaran terkait aktivitas penduduk lokal dan masalah yang dihadapi di tengah pembangunan pariwisata yang massif. Setelah berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki budaya yang sangat berbeda, saya bisa lebih terbuka dan meninggalkan stereotip yang dimiliki sebelumnya. Pemahaman mendalam terkait budaya, adat dan situasi Bali yang dimiliki JED dan upaya menjembatani antara desa dan industri pariwisata bisa dilihat sebagai salah satu upaya untuk mencapai dunia yang keberlanjutan.
Honoka Kamimaru: Hal yang paling berkesan untuk saya adalah saat mengalami “Bali Belly”. Terima kasih kepada tim JED yang sudah menemani sepanjang waktu dan membantu pemulihan kondisi saya. Melalui program ini saya bisa melihat Bali yang memiliki banyak budaya, alam, dan penduduk yang ramah. Bali menjadi salah satu tempat favorit saya dan saya bisa mendapat pengalaman yang sangat berkesan.
Kazuki Utsugi: Saya banyak belajar tentang perkembangan pariwisata di Bali dan ritual adatnya. Saya sangat tertarik mengenai dampak yang ditimbulkan dari industri pariwisata terutama di daerah-daerah terpencil. Saya pergi ke Pedawa dan bisa berinteraksi dengan masyarakat lokal, saya sangat senang karena saya bisa melakukan riset secara langsung tidak hanya melalui buku maupun internet. Pengalaman ini akan menjadi panduan saya kedepannya.
Rintaro: Salah satu hal yang paling berharga adalah bisa melihat semangat anak muda di Bali dan anggota JED yang paham terhadap kondisi desa dan berupaya untuk mengatasi isu dan masalah yang ada di komunitasnya. Selanjutnya saya ingin membuat tesis terkait wisata berbasis komunitas di Bali.
Ayane Itoh: Saya banyak belajar terkait subak, cara memanen kopi, ritual, kehidupan di desa, sejarah pariwisata Bali dan sebagainya. Saya sangat tertarik belajar budaya yang ada di Bali. Saya sangat kagum orang di desa masih sangat memegang teguh tradisi dan budayanya.
Ayaka Matsumoto: Saya bisa belajar budaya tradisional Bali dan dampak dari adanya pariwisata. Menginap semalam di desa menjadi pengalaman yang unik dan sangat berkesan.
Pengalaman selama sepuluh hari di Bali membuka wawasan para mahasiswa terhadap dampak lain dari industri pariwisata. Di tengah hiruk pikuk wisata massal di Bali, daya dukung dan daya tampung lingkungan Bali semakin tergerus. Eksploitasi masif yang terjadi saat ini menyebabkan permasalahan lingkungan, budaya, dan adat istiadat. Kegiatan ekowisata yang dilakukan di desa-desa dampingan JED merupakan wisata alternatif yang ingin ditawarkan untuk memberikan gambaran Bali yang sesungguhnya serta menekankan bahwa pariwisata hanya sebagai bonus terhadap laku yang sudah dilakukan selama ini. Selain itu, ekowisata memberikan kedaulatan kepada masyarakat sepenuhnya untuk menentukan masa depan budaya dan lingkungannya serta mencapai kehidupan yang lebih berkelanjutan dan regeneratif.
Terima kasih sudah mengikuti perjalanan dan refleksi kami atas kondisi pariwisata di Bali.