Peluang Usaha Kolang-Kaling Tenganan
Desa Adat Tenganan Pegringsingan merupakan desa tua yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali. Keberadaan Tenganan sudah tercatat sejak abad ke-11, yaitu dalam Prasasti Ujung. Prasasti ini dikeluarkan pada hari Sukra (Jumat) Umanis, wara (pekan) Kelawu, dua hari setelah purnama bulan Kartika/Kapat (sekitar bulan Oktober) tahun Isaka 962 (1040 Masehi) tentang wewidangan (batas-batas wilayah) Desa Ujung.
Seperti telah diceritakan pada BUPDA: Upaya Mengoptimalkan Pengelolaan Potensi Tenganan Pegringsingan dan Studi Tiru BUPDA: dari Tenganan ke Pengotan, Desa Adat ini berupaya mengelola sumber daya yang dimilikinya melalui pendirian BUPDA. BUPDA Bumiaga Tenganan Pegringsingan merupakan lembaga usaha yang didirikan untuk mengusahakan dan/atau mengoptimalkan kemanfaatan potensi dan peluang ekonomi Desa Adat melalui kegiatan usaha secara langsung atau secara tidak langsung dengan membentuk unit-unit usaha.
Pembentukan unit-unit usaha dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya:
- Potensi ekonomi dan peluang usaha di Desa Adat;
- Penyertaan modal dari Desa Adat;
- Potensi sumber daya masyarakat Desa Adat;
- Keberadaan unit usaha milik masyarakat dan milik kelompok; dan
- Unit usaha tersebut pengelolaannya dikerjasamakan dengan BUPDA.
Salah satu unit usaha yang akan dikembangkan adalah hasil hutan bukan kayu (HHBK), yaitu pembuatan minyak kemiri dan produk olahan kolang kaling. Buah kemiri termasuk kayu larangan yang tidak boleh dipetik, namun hanya boleh dipungut ketika sudah jatuh dari pohonnya. Kemiri merupakan buah musiman, yaitu selama enam bulan dalam satu tahun, terdiri dari panen raya pada bulan Januari – Maret dan panen biasa pada bulan April – Juni yang hasilnya lebih sedikit dibanding panen raya. Kemiri merupakan buah yang sangat penting karena minyaknya digunakan sebagai pewarna dasar benang gringsing yang akan dijadikan kain gringsing, kain khas Tenganan.
HHBK lainnya adalah kolang kaling dari pohon aren/jaka. Selama ini, pohon jaka di Tenganan Pegringsingan hasil utama yang dimanfaatkan adalah tuak yang dibuat dari air nira, sebagai sumber pendapatan masyarakat, baik krama desa adat maupun para penyakap/penggarap. Semua bagian pohon jaka bermanfaat dan bisa dimanfaatkan. Bagian pohon jaka yang juga penting adalah ijuk untuk kebutuhan atap bangunan suci.
Daun jaka, baik yang muda (ambu) maupun yang tua (ron) digunakan untuk kebutuhan upacara. Uyung atau batang jaka bisa dimanfaatkan untuk furnitur. Batang jaka yang digunakan adalah yang sudah tua dan sudah mati. Uyung bisa juga dijadikan tempat memelihara lebah madu. Lainnya adalah wong jaka, yaitu jamur yang tumbuh pada pohon jaka yang sudah mati. Jamur ini sering dicari untuk dimakan karena rasanya yang enak, biasanya dimasak dengan cara ditumis atau dimasak kuah. Selain jamur, pohon jaka yang sudah mati juga menjadi tempat tinggal ancruk (ulat jaka). Ancruk mengandung protein tinggi dan juga dimanfaatkan sebagai makanan.
Hasil pohon jaka yang belum secara optimal dimanfaatkan adalah buah jaka. Buah jaka dikupas dengan cara sederhana menjadi kolang-kaling dan penjualan kolang-kaling biasanya meningkat pada hari raya. Masyarakat Tenganan sendiri belum memanfaatkan kolang-kaling untuk dikonsumsi, padahal kolang-kaling sangat bermanfaat untuk kesehatan.
Maka kemudian, kolang-kaling coba diolah menjadi produk turunan berupa asinan kolang-kaling serta manisan kolang-kaling aneka rasa dan buah. Produk turunan kolang-kaling yang dibuat adalah:
- Asinan pedas: jeruk nipis dan cabai rawit; cuka dan cabai rawit
- Manisan: bunga telang, bunga srigading, bunga rosella, kayu secang, dan gula aren.
Produk olahan kolang-kaling ini telah dicoba oleh panitia pembentukan BUPDA dan para calon pengurus pada tanggal 3 Desember 2024, sebagai bagian dari kegiatan bersama The Samdhana Institute. Banyak yang lebih menyukai asinan karena rasanya yang pedas dan segar. Sementara untuk manisan, bervariasi sesuai selera. Dalam hal rasa, rosella memberikan rasa khas rosella yang kuat. Sementara secara warna, setiap warna mempunyai penggemarnya masing-masing. Telang menghasilkan warna biru, bunga srigading berwarna kuning kunyit, rosella dan kayu secang warna merah, dan gula aren warna coklat.
Produk olahan kolang-kaling ini diharapkan bisa diperkenalkan dan dimanfaatkan lebih dulu oleh masyarakat Tenganan, sebelum dipromosikan secara luas.